Di sudut kota yang terasa asing dan senyap,
Aku duduk ditemani lengang yang pekat.
Jauh dari riuh tawa dan teriakan,
Yang dulu kuanggap sebagai beban
Kukira kebebasan ada pada jauhnya jarak,
Pada sunyinya hari tanpa teguran,
Pada pilihan hidup yang tak lagi dipertanyakan,
Di kota yang tak mengenal caraku tertawa atau bersedih.
Namun waktu tak selamanya ramah,
dan kesunyian, ternyata bisa memekakkan jiwa.
Tiada suara Ibu memanggil dari dapur,
tiada senda gurau Ayah di ruang tengah,
tiada peduli dalam usilnya candaan adikku.
Ruang ini lapang, tapi hampa.
Hidup ini bebas, tapi dingin.
Kulewati hari demi hari dalam rutinitas yang bisu,
Dan baru kusadari,
Bahwa rumah, meski tak sempurna,
Adalah tempat segala luka menemukan pelipurnya.
Kini aku belajar,
Bahwa bukan jauhnya perjalanan yang membuatku dewasa,
Melainkan pengakuan bahwa aku merindukan segala yang dulu ingin kutinggalkan.
Rumah, dalam segala kekacauan dan ketidaksempurnaannya,
Adalah tempat paling jujur yang pernah kudiami.
Dan aku, anak rantau yang dulu begitu yakin pada kepergian,
Diam-diam berharap,
Bisa pulang meski hanya untuk sebentar.
Tr : Anggun Nihma