Teropongonline, Medan-Menurut Hermawan Some selaku Founder of Komunitas Nol Sampah Surabaya. Ia mengatakan, persoalan sampah dapat diselesaikan dengan cara yang sederhana, dan mampu mengurangi debit sampah di Indonesia tanpa PLTSa hadir ditengah-tengah masyarakat.
“PLTSa tidak terlalu dibutuhkan saat ini mengingat dampak dan biayanya membuat ‘kita’ seolah bertanya-tanya demi kepentingan rakyat atau sebaliknya,” tuturnya saat menjadi narasumber webinar perlukah PLTSa di Surabaya (Sabtu, 17/10/20).
Persoalan sampah adalah segelintir dari banyaknya masalah yang hingga sekarang masih diperbincangkan khalayak yang belum memiliki titik temu. Menurut Hermawan, terdapat beberapa solusi utama untuk mengatasi sampah yaitu dengan menuangkan dalam bentuk kreativitas dan bagaimana mengolah sampah itu sendiri.
“Penanggulangan sampah sendiri menurut saya, itu terbalut dalam aspek peran serta masyarakat, aspek pembiayaan, aspek kelembagaan, aspek peraturan, aspek teknis operasional,” pandangan Hermawan.
Selain itu, ditinjau pada solusi yang sederhana, Hermawan mengatakan yaitu dengan adanya peran serta masyarakat, dan diterapkannya teknik operasional dalam mengatasi sampah-sampah rumah tangga, maka permasalahan itu tidak akan menjadi momok yang menakutkan lagi.
“Harusnya dengan masyarakat yang mengerti mengolah sampah organik dan non organik, permasalahan sampah dapat berkurang dan jika adanya penerapan rumah kompos, takatura, biopori dan sumokuro di setiap daerah maka lingkungan akan bersih dan udara yang dihirup juga sehat,” jelasnya.
Hermawan juga memiliki data bahwa rumah kompos Surabaya Timur dapat menampung dan mengolah berbagai macam sampai mulai plastik hingga dedaunan mencapai ribuan kilo setiap bulannya.
“Timbulan sampah yang dapat diserap rumah kompos di Surabaya Timur yaitu 51487,11 kg per bulan sampah daun, 76654,04 kg per bulan sampah kayu, dan 26778,13 kg per bulan sampah pasar, ini merupakan angka yang tidak sedikit bila di setiap daerah memiliki rumah kompos,” sambung Hermawan.
Senada, Sarifah Hidayah yang merupakan bagian WALHI Jatim menjelaskan, jika dapat mengolah sampah langsung dari sumbernya seperti di Kota Surabaya dengan partisipasi 3 juta kurang lebih jumlah penduduknya, maka itu dapat menekan angka sampah yang berada di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
“Dengan jumlah sampah yang dapat dihasilkan warga 1500 ton setiap harinya, bila dapat mengolah sampah langsung dari rumah masing-masing dengan dibantu pengelolaan rumah kompos dan bank sampah, maka permasalahan bau dan kotor ini dapat dihilangkan dari setiap sudut area daerah kita tinggal dan menetap,” ungkap Programme Manajer of WALHI.
Harusnya, dana yang digelontorkan pemerintah pusat untuk pembangunan PLTSa di 12 daerah Indonesia yang tertuang dalam Perpres No.35 Tahun 2018. Menurut Sarifah dapat disalurkan melalui pemerintah daerah kepada warga saja ataupun ke setiap rumah kompos, bank sampah, agar dana yang telah ditetapkan lebih bermanfaat dan efektif mengurangi permasalahan sampah.
“Dana dan keinginan ini yang dikeluarkan pemerintah pusat, untuk pembangunan PLTSa setidaknya dikaji ulang. Dampak negatif yang ditimbulkan sangatlah besar, mulai dari pencemaran udara, tanah, dan juga tidak efektifnya program mega proyek ini hadir ditengah masyarakat Surabaya,” keluh Sarifah mengenai PLTSa Benowo.
Tr: Muhammad Ryzki Alhaj