Teropongdaily, Medan-Belakangan ini, topik yang sedang ramai diperbincangkan di Indonesia adalah #TolakRUUTNI. Revisi Undang-Undang ini memiliki empat tujuan utama. Pertama, penguatan dan modernisasi alutsista. Kedua, memperjelas batasan penempatan TNI dalam tugas nonmiliter di lembaga sipil. Ketiga, peningkatan kesejahteraan prajurit. Terakhir, mengatur batas usia pensiun TNI.
Namun, jika ditelaah lebih mendalam, revisi ini justru memunculkan banyak kekhawatiran dan berpotensi merugikan masyarakat sipil. Terlebih, pembahasan RUU yang dilakukan oleh DPR RI bersama pemerintah ini berlangsung secara tertutup, tergesa-gesa, dan bahkan di hotel mewah. Sangat bertolak belakang dengan seruan efisiensi anggaran yang sebelumnya disampaikan Presiden RI. Hal ini tentu semakin menimbulkan kekecewaan dan kemarahan publik.
Secara spesifik, RUU TNI bertujuan menambah tugas prajurit dalam operasi nonperang. Lalu, apakah masyarakat sipil dan tenaga ahli di bidangnya sudah tidak cukup mumpuni sehingga TNI harus mengambil peran ini juga? Jika militer terlalu banyak terlibat dalam urusan sipil, bukankah itu justru bisa melemahkan profesionalisme TNI dan mengancam demokrasi?
Lebih mengkhawatirkan lagi, keterlibatan militer dalam operasi selain perang tidak lagi memerlukan persetujuan DPR, sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Ayat 3 UU TNI No. 34 Tahun 2004. Sebaliknya, kewenangan ini akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah (PP), yang secara nyata meniadakan peran parlemen sebagai wakil rakyat. Hal ini berpotensi menimbulkan tumpang-tindih kewenangan antara TNI dan lembaga penegak hukum lainnya dalam menangani masalah di dalam negeri.
Selain itu, RUU ini memungkinkan prajurit TNI aktif untuk ditempatkan di 16 lembaga, termasuk Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahkamah Agung, serta Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Meski terdapat ketentuan bahwa prajurit aktif harus mengundurkan diri jika ingin menduduki jabatan tersebut, tetap saja kebijakan ini berisiko menimbulkan konflik kepentingan di masa mendatang. Pada akhirnya, peran TNI yang seharusnya fokus pada pertahanan negara bisa saja melebar secara berlebihan ke ranah sipil.
Jika tidak diawasi dengan baik, RUU ini berpotensi membuka celah bagi militerisasi di berbagai sektor sipil, yang dapat mengancam prinsip demokrasi dan supremasi sipil dalam tata kelola pemerintahan.
Tr : Winanda