Deforestasi Kalimantan bukan lagi bencana, ini kejahatan yang dilegalkan atas nama pembangunan. Pada 2024, Indonesia kehilangan 261.575 hektare hutan dan Kalimantan menyumbang 124 ribu hektare demi kebun, kayu, tambang, dan sawit.
Setiap hektare yang hilang berarti napas yang direnggut, masa depan yang dikuburkan, dan janji yang dilanggar. Tapi penguasa malah mengemas kehancuran ini sebagai kisah sukses investasi.
Ironisnya, kerusakan sebesar ini justru dinormalisasi, bahkan dijadikan kebanggaan dalam laporan ekonomi. Padahal hutan yang hilang bukan hanya tentang pohon yang tumbang, ini tentang air yang menghilang, tanah yang mati, pangan yang musnah, dan rakyat yang kehilangan sandarannya.
Mereka tahu hutan yang hilang berarti sumber air yang kering, tanah tandus, banjir rutin, dan pangan rakyat runtuh. Mereka tahu yang menikmati hanya segelintir elit, sementara rakyat diwarisi polusi dan bencana.
Ini bukan pembangunan, ini perampokan. Tidak ada pertumbuhan ekonomi di atas kuburan ekologis, hanya pengkhianatan terhadap bumi dan anak cucu kita.
Jika deforestasi terus dibiarkan, Kalimantan hanya akan jadi monumen sunyi kerakusan manusia yang lupa menjaga kehidupan itu sendiri.
Tr: Intan Nurāaini