Teropongdaily, Medan-Indonesia merupakan negara yang kaya akan kuliner dengan cita rasa yang kuat. Keanekaragaman kuliner yang melimpah mencerminkan keragaman budaya dan tradisi kepulauan yang berkisar 6.000 pulau, berpenghuni dan berperan penting dalam kebudayaan nasional Indonesia secara keseluruhan. Salah satu tradisi Indonesia terletak pada kue tradisionalnya. Setiap daerah mempunyai kue tradisionalnya masing-masing, yang menjadi ciri khas daerahnya. Salah satunya adalah, kue tradisional dari Pulau Sumatera Barat (Sumbar).
Umumnya orang mengenal Sumbar hanya dengan rendang atau sate padang dan makanannya yang terkenal dengan ciri khas cita rasanya yang pedas. Padahal, banyak kuliner lain yang bercita rasa unik dan wajib dinikmati, salah satunya adalah kue bika bakar. Kudapan khas Minang ini memiliki cita rasa manis, gurih dan lezat, dengan aroma bakar daun warunya yang khas. Sesuai dengan namanya, bika berasal dari bahasa Minang yaitu kata ābakaā berarti bakar, yang merujuk pada cara memasaknya dengan cara dibakar.
Salah seorang reporter Teropong berhasil menemukan kue legendaris ini dijual di sudut Kota Medan. Usaha bika bakar yang didirikan oleh Nurmalis, wanita asal Padang itu sudah berdiri hampir 30 tahun, tepatnya di Jl. Amaliun, Kec. Medan Area. Bika bakar amak Nurmalis ini sudah ada sejak tahun 1990, yang kini telah diteruskan oleh anaknya yang bernama Putra.
āYang menjadi ciri khas dari bika bakar ini adalah proses pembuatannya. Dibakar selama 15 menit dengan menggunakan dua pemanas sekaligus, dibagian bawah dengan bakaran kayu dan diatasnya diletakkan sabut kelapa yang dibakar juga,ā ungkap Putra si penjual bika.
Seperti yang dikatakan oleh Putra, bika bakar amak Nurmalis ini mempunyai ciri khas tersendirinya. Bika ini terbuat dari tepung beras, kelapa dan gula yang kemudian dicampur menjadi adonan. Lalu diletakan ke dalam cetakan daun pisang, cara pembakarannya pun sangat unik. Dibakar selama 15 menit dengan menggunakan dua pemanas sekaligus, yaitu dibagian bawah dengan kayu dan ditutup dengan bagian atasnya diletakkan sabut kelapa yang dibakar. Tujuannya untuk memperharum aroma bika dan membuat bika lebih tahan lama. Dahulu cetakan kue ini menggunakan daun waru, tetapi karena sudah susah ditemukan akhirnya bika bakar amak Nurmalis ini menggantinya dengan daun pisang.
Selain dari proses pembuatannya yang unik, bika bakar amak Nurmalis ini mempunyai cita rasa yang manis dan gurih dengan aroma bakarnya yang khas. Menurut pembelinya, bika bakar amak Nurmalis ini mempunyai ciri khas rasa yang sangat berbeda dari bika bakar yang lain.
āTertariknya, di Kota Medan ini bika bakar cuma disini yang ada. Ada di tempat lain, tetapi pembuatannya menggunakan oven, dari rasanya pun berbeda, lebih enak ini. Kalau bisa bika bakar amak Nurmalis ini semakin maju lah dan di kenal oleh masyarakat,ā ucap Al pembeli bika.
Lain halnya dengan Indy, salah seorang konsumen bika bakar amak Nurmalis yang merupakan konsumen asli ‘masyarakat’ Padang menyatakan bahwa rasa bika bakar amak Nurmalis memiliki cita rasa yang berbeda dengan bika bakar yang ada di Sumbar.
āBika yang di Padang dekat rumah saya itu adonannya dominan ke tepung berasnya, makanya teksturnya padat dan tepung beras yang dari beras Padang itu ada rasa khasnya dan kelapanya tidak sebanyak bika bakar amak Nurmalis. Kalau di Padang ditaruh gula diatasnya, meskipun rasanya tidak terlalu sama, tetapi bisa lah mengurangi rasa rindu saya dengan bika bakar Padang ini, karena kalau mau belinya harus nunggu pulang kampung dulu,ā ujar Indy.
Daya tarik dari cita rasa bika bakar ini di buru pembeli setiap harinya, tidak hanya dikalangan orang tua saja, melainkan dari anak-anak hingga orang dewasa. Buka setiap hari mulai dari pukul 09.00-18.00 Waktu Indonesia Barat (WIB). Bika bakar amak Nurmalis ini di jual dengan harga Rp.2.000 per kue dan sehari bisa menghabiskan 150 kue.
Putra sebagai penjual bika berharap bika bakar ini semakin dikenal dan laku terjual di kalangan modern sekarang ini. āBerharap semoga lebih laku lagi dan dikenal, karena kan dikalangan sekarang makanan khas tradisional kalah dengan makanan modern, jadi masih polemik untuk para pembelinya yang minim atau tetap ramai yang beli,ā harapnya.
Tr : Salsabila Balqis
Editor : Khofifah Aderti Mutiara