Teropongdaily, Medan-Berbicara mengenai Tuhan, tampaknya tidak akan pernah ada habisnya. Tetapi, pembahasan seputar ketuhanan pula yang tak pernah bosan di bahas oleh setiap manusia di muka bumi ini. Seringnya manusia sangat ingin melepaskan diri dari kemewahan duniawi, membawa nama Tuhan demi menyempurnakan misi. Berusaha memahami dunia dalam pandangan bahwa ‘kita’, tidak sendiri.
“A God who only exists without revealing himself, who exists for me only through my own mental act, such a God is a merely abstract, imaginary, subjective God ; a God who gives me a knowledge of himself through his own act is alone a God who truly exists, who proves himself to exist— an objective God.”
Kalimat tersebut ialah salah satu pernyataan yang disampaikan oleh Feurbach, dalam filsafatnya yang mengungkit mengenai proyeksi agama. Di mana ia menjelaskan bagaimana manusia menahan egonya dengan menomorsatukan ‘Tuhan’. Namun, apakah sudah tepat seperti itu?
Tuhan memang sering dikatakan objektif, agama di gambarkan dalam bentuk subjektif. Manusia yang selalu mencari sosok untuk berpegang atas apa yang dapat diyakini benar dan apa yang salah, menerima hadirnya Tuhan sebagai entitas tertinggi.
Esensi kesempurnaan, seperti dikatakan Feuerbach adalah cita-cita yang hendaknya dicapai oleh suatu makhluk. Adanya kepercayaan terhadap Tuhan, sesungguhnya juga mengembalikan manusia ke kodratnya. Tidak hanya menjadi dekat pada istilah fatalistik, namun juga berusaha menjadi lebih bijaksana dan tidak melanggar hak sesama manusia.
Manusia pada dasarnya memerlukan tumpuan bagi mereka, dan Tuhan serta agama hadir untuk menyempurnakan itu.
Tr : Choirun Annisa
Editor : Restu Adiningsih
Sumber Foto : Telegram