Teropongonline, Medan-Pulau yang terletak di Sumatera Utara ini memiliki banyak keunikan budaya dan alamnya.
Di Nias, tradisi leluhur, adat istiadat dan benda hasil budaya masih sangat dipegang teguh oleh masyarakatanya.
Salah satunya adalah tradisi Fahombo, Hombo Batu atau dalam bahasa Indonesianya “Lompat Batu”.
Menurut Kepala Desa Hilisimaetano Imanuel Formil Dachi tradisi ini lahir dari tradisi perang di Nias. Fahombo atau Lompat Batu menjadi ujian bagi para pemuda sudah layak atau belum untuk ikut perang. (31/10/2021)
Imanuel menjelaskan di Nias selatan, sejak dini anak-anak sudah diajarkan untuk terbiasa melompat. Ketika sudah dewasa, mereka akan melompati batu yang setidaknya memiliki tinggi sampai dua meter.
Jika mereka dapat melewati batu tersebut maka mereka layak untuk ikut ke medan perang.
“sejak kecil kita sudah mengajarkan dan melatih mereka untuk melompat, jadi terbiasa. Karena di jaman dahulu pemuda yang berhasil melewati batu dialah yang layak untuk ikut perang,” katanya
Dalam prosesi tradisi Fahombo batu yang harus dilompati berbentuk piramida dengan permukaan atasnya yang datar.
Selain itu, Pemuda Nias yang akan melaksanakan tradisi Fahombo harus mengenakan pakaian adat pejuang nias.
Ketentuan lainnya dalam tradisi ini, para pemuda tidak diperkenankan menyentuh batu saat sedang melompatinya. Bagi yang menyentuhnya maka mereka akan dianggap gagal dan belum berhasil.
Kini, tradisi Fahombo menjadi terkenal dan menjadi salah satu ikon Kepulauan Nias untuk menarik wisatawan berkunjung.
Namun, disisi lain Imanuel menyayangkan bahwa terdapat masyarakat luar Nias yang salah mengartikan tradisi Lompat Batu tersebut.
“banyak masyarakat luar yang berpikir bahwa lompat batu adalah salah satu syarat kalau mereka sudah boleh menikah. Itu salah. Arti sebenarnya bahwa ketika pemuda Nias sudah berhasil melewati batu maka pemuda tersebut sudah layak mengikuti perang,” tutupnya.
Foto by : Hafizh Genpi Sumut
Tr : Kusnadila Anandari