Kasus pelecehan seksual yang melibatkan tenaga medis, aparat kepolisian, dan tenaga pendidik menjadi tamparan keras bagi nurani kemanusiaan. Mereka yang seharusnya menjadi pelindung, justru bertransformasi menjadi pemangsa. Kepercayaan yang dibangun runtuh, digantikan oleh rasa takut dan trauma mendalam. Ini bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi pengkhianatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
Tenaga medis, yang seharusnya menjaga martabat dan keselamatan pasien, justru mengkhianati kepercayaan dengan tindakan asusila. Dampaknya sangat besar, baik secara fisik maupun psikologis. Hal serupa juga terjadi pada aparat kepolisian. Alih-alih menjadi simbol perlindungan, mereka malah ikut merundung masyarakat yang seharusnya dilindungi.
Demikian pula dengan tenaga pendidik. Seharusnya mereka menjadi sosok yang digugu dan ditiru. Namun, godaan nafsu duniawi dan hasrat yang tak terbendung menjadikan sebagian dari mereka pelaku pelecehan. Ruang belajar yang seharusnya menjadi tempat aman berubah menjadi ruang penuh teror dan kecemasan. Hubungan yang seharusnya dibangun dengan rasa hormat dan kepercayaan berubah menjadi ketakutan dan trauma.
Alih-alih berbenah, institusi terkait justru kerap berlindung di balik kalimat klise, “Itu hanya ulah oknum.” Padahal, jika kasus serupa terus berulang, kita tidak bisa lagi hanya menyalahkan oknum. Ada masalah serius dalam sistem pengawasan, rekrutmen, dan penegakan etika di dalam lembaga-lembaga tersebut.
Korban sering kali menjadi pihak yang paling menderita. Tidak hanya terluka secara fisik dan batin, mereka juga harus menghadapi stigma sosial, minimnya dukungan, dan sistem hukum yang kerap abai. Suara mereka sering kali tenggelam oleh kuasa pelaku atau dianggap sebagai gangguan yang harus disingkirkan, bukannya ditangani dengan empati dan keadilan.
Sudah saatnya institusi-institusi ini melakukan refleksi menyeluruh. Reformasi harus mencakup sistem pelaporan yang aman, perlindungan nyata bagi korban, dan penindakan tegas terhadap pelaku. Etika profesi harus dijadikan fondasi utama, bukan sekadar pelengkap pelatihan. Pelecehan seksual adalah kejahatan, siapa pun pelakunya.
Kita semua, sebagai masyarakat, memiliki tanggung jawab untuk tidak diam. Suara kita penting untuk mendesak perubahan, memastikan korban tidak berjalan sendiri, dan menunjukkan bahwa kekuasaan tidak bisa menjadi tameng untuk melakukan kekerasan. Sebab ketika kita membiarkan hal ini terus terjadi, kita pun turut mempertahankan ketidakadilan.
Tr: Anggi Nihma Aulia
Sumber Foto: bukamatanews.id