Teropongdaily, Medan- Immanuel Kant berpendapat bahwa persyaratan moral didasarkan pada standar rasionalitas. Ia menamakannya dengan imperatif kategoris, sehingga moralitas melibatkan pelanggaran akan imperatif kategoris tersebut dan dengan demikian dapat dikatakan dengan tidak rasional. Sedangkan dalam hal ini, manusia memiliki peran utama untuk memahami realitas atau objek.
Argumen ini didasarkan pada doktrin mencolok bahwa kemauan rasional harus dianggap otonom atau bebas. Prinsip dasar moralitas yang merupakan imperatif kategoris tidak lain adalah hukum kehendak otonom. Dengan demikian, di jantung filsafat moral Kant merupakan konsepsi alasan, yang jangkauan dalam urusan praktis melampaui dari konsep bahwa manusia ialah budak untuk nafsu.
Magnis Suseno, dalam satu pemaparannya mengatakan bahwa Kant secara tidak sadar telah mengakui bahwa hati nurani itu ada. Moral sendiri memiliki pengertian sebagai prinsip mengenai segala sesuatu yang menyangkut baik dan buruk, boleh atau tidak boleh dilakukan.
Kita dapat menyadari suatu dorongan untuk melaksanakan kewajiban, dorongan untuk melakukan kewajiban dan memenuhi hal tersebut atas dasar keuntungan, itu yang pertama.
Kedua, kita melakukannya atas dasar dorongan dari hati nurani. Ketiga, kita memenuhi kewajiban itu sendiri secara spontan, begitu saja. Dalam pandangan Kant sendiri hanya kehendak ketiga yang dapat dianggap sebagai moral. Dalam pandangan moral, Kant tidak menggunakan empirisme, namun menggabungkan antara empiris dengan rasionalis.
Prinsip Kant ialah tentang “Humanity As an End In Itself”, yang artinya manusia mempunyai tujuan akhir untuk dirinya sendiri, hal ini dilandaskan atas akal budi yang dimiliki. Manusia yang memiliki kehendak bebas untuk menentukan hidup tanpa dorongan dari luar, bagi Kant begitulah moral.
Dalam contohnya, mencuri. Apakah hal tersebut sesuai dengan prinsip moral universal? Jika kita dapat menerima mencuri sebagai prinsip universal, maka kita harus mencuri. Bagi Kant, hal ini yang dapat memicu kontradiksi logika, karena artinya, semua orang akan saling mencuri.
Manusia dengan kehendak bebas dalam hidupnya merupakan hal abstrak yang tak dapat ditebak kemudiannya akan bagaimana dan kita tidak dibenarkan, begitu pula dalam konsep moral. Kant khawatir dengan adanya motivasi religius dalam berbuat baik sebenarnya tidak baik, karena didasarkan atas dorongan-dorongan ‘untuk menjadi baik’ atas dasar takut akan hukuman akhirat.
Lalu jika begitu, bagaimana kesinambungan antara sains dengan agama dalam pandangan moral Kant? Adakah upayanya dalam ‘mendamaikan’ kedua hal tersebut? Ada semacam pembenaran akan kebenaran agama disini. Jadi dalam konteks Kant, istilah mendamaikan agama dan sains adalah hal yang kurang tepat.
Masa kita hidup (dalam artian khusus) adalah masa kritisme dan untuk mengkritik apapun yang ada. Termasuk diantaranya pemahaman akan moral dan hubungannya dengan sains dan agama. Hukum yang telah berlaku secara universal, juga haruslah mampu mempertahankan keseimbangannya di hadapan ujian yang berkaitan dengan akal budi manusia yang bebas dan terbuka.
Sumber foto : Glenn Brown, Architecture and Morality, 2004
Tr : Choirun Anisah Sabilah