Teropongonline,Medan-Peristiwa Kemerdekaan yang diperingati setiap tanggal 17 Agustus mengembalikan memori kita tentang detik – detik pembacaan proklamasi yang menjadi titik tolak bebasnya bangsa ini dari belenggu penjajahan
Di Sumatera Utara, khusunya Kota Medan Lapangan Merdeka atau yang pada pendudukan Belanda disebut dengan Esplanade dan disebur Lapangan Fukuraido yang berarti Lapangan di tengah kota pada masa pendudukan Jepang, menjadi saksi bisu Gubernur pertama wilayah Sumatera Teuku Mr.Muhammad Hasan bersama dengan Achmad Thahir, Soegondo dan para pemuda BPI (Barisan Pemuda Indonesia) lainnya pada tanggal 6 Oktober 1945 mengumumkan bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia telah dibacakan di Jakarta
Monumen yang dirancang oleh seniman Sekar Gunung dan diresmikan pada 9 Agustus 1986 ini memiliki makna di tiap bangunannya seperti anak tangga yang berjumlah 17, lebar pelataran 45 x 23, 30 meter yang memiliki arti tahun kemerdekaan, hingga bangunan puncak tugu yang terbagi menjadi 5 bidang bermakna Pancasila masih dalam kondisi tak terawat hingga kini. Hal ini turut disesalkan oleh Aktivis Komunitas Masyarakat Peduli Lapangan Merdeka, Miduk Hutabarat ketika dijumpai pada H-1 peringatan hari kemerdekaan tahun 2019
Miduk mengesalkan sikap Pemerintah Kota yang terus membiarkan monumen bersejarah ini menjadi tempat berdagang dan tak jarang terkadang menjadi tempat buang air orang yang memiliki gangguan jiwa
” Kita lihat ini, sudah beberapa kali ini kita suarakan ke pemerintah kota agar dipugar dan dirapikan. Karena ini situs sejarah proklamasi di Sumatera. Ada kesakralan disini,” ungkapnya
Selain itu, Miduk juga menyoroti persoalan Lapangan Merdeka secara keseluruhan. Dirinya bergeming bahwa dahulu kala Lapangan Merdeka ini bisa terlihat jika kita hanya melintas di seputarannya. Kondisi tersebut sangat berbanding terbalik dengan kini yang sudah ditutupi dengan berbagai macam bangunan seperti salah satunya Merdeka Walk dan toko buku bekas
Ia menuturkan bahwa benahilah Lapangan Merdeka seperti layaknya lapangan. Luas terhampar dipandang mata tak terhalang satu bangunan apapun
” Kita pernah membacakan maklumat kemerdekaan lapangan merdeka disini bersama dengan Sekar Gunung waktu itu, karena beliau merasa tersinggung saat pelataran tugu monumen ini dipotong untuk parkir ini. Tadinya parkir ini diperuntukkan untuk city railink
Bayangkan, city railink punya KAI dia punya lahan dia mau mencaplok ini. Sampai kita surati saat itu dan PT. KAI merespon. Mereka gak masuk tapi kemudian ini tetap jadi sarana parkir yang dikelola Dishub. jadi menurut saya, ini adalah sesuatu yang sudah merusak simbol sejarah,” Jelas Miduk
Dirinya juga menjelasan bahwa ia bersama teman – temannya di Komunitas Masyarakat Peduli Lapangan Merdeka pernah membuat aksi membersihkan monumen tersebut dengan menyapu dan mengepelnya, melepaskan ribuan baon hingga membentangkan kain merah putih berukuran lebar
Saat ini, lanjut Miduk semua, Aktivis, Veteran, Sejarawan sudah jengah melihat kondisi ini. Ia menceritakan salah satunya juga adalah bangunan yang tepat berada di depan Lapangan Merdeka, yaang dahulunya menjadi kantor Walikota dan saat ini telah berubah fungsi menjadi hotel dan restoran
Padahal, menurut Miduk di bangunan itu dahulunya sempat terjadi peristiwa kemerdekaan yang sangat menegangkan. Yaitu saat dimana bendera Jepang diturunkan oleh Barisan Pemuda Indonesia Sumatera lalu kembai dinaikkan lagi oleh serdadu Jepang hingga terjadi pertempuran
” Jadi kita bisa lihat, kantor Walikota yang dahulunya berada disitu bisa tergeser ke belakang. Kalah kantor Walikotanya,” kata Miduk sembari tertawa.
Harapan untuk memerdekakan Lapangan Merdeka sempat muncul ketika Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi menyatakan hal tersebut. Namun, hingga kini belum ada aksi konkrit untuk menjawab pernyataan orang nomor satu di Sumatera Utara tersebut
“Maka pada saat Pak Edy beberapa waktu lalu menyatakan di media ingin mengembalikan kembali Lapangan Merdeka seperti dahulu kala kita menyambutnya dengan bangga. Kalau kemudian orang mengatakan bahwa ini bukan urusannya Gubernur itu salah. Kenapa? karena kalau Pak Edy tidak ingin dianggap mengurusi yang bukan urusannya, Pemerintah Kota dong bergerak. Ini Walikotanya diam saja ya jangan salahkan Gubernur jika mengambil alih,” ungkapnya
Bahkan menurutnya pada saat Edy masih menjabat sebagai Pangdam I/BB ia sempat meminta agar seorang anak SD membacakan sebuah puisi tentang kemerdekaan Lapangan Merdeka dan kemudian memberikan tongkat kepada Gubernur Sumut saat itu T.Erry Nuradi
” Itu simbol agar Gubernur menyelesaikan persoalan ini dengan kekuasaan yang dimilikinya,” jelas Miduk.
Akhirnya pria yang memasuki usia kepala 5 ini pun berharap agar Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi kembali menyinggung untuk memerdekakan Lapangan Merdeka pada saat pidato upacara kemerdekaan yang akan berlangsung har ini, Sabtu 17 Agustus 2019
Reporter : Agung Harahap
sumber foto : pemko medan