Teropongonline, Medan-Pada saat sekarang ini dunia fotografi sangat diminati diseluruh dunia ,baik itu hanya sekedar hoby maupun menjadikan ini sebagai ladang penghasilan. Karena fotografi itu merupakan hal yang mudah untuk dilakukan dan dapat dilakukan dimanapun juga. Bermodal kamera handphone ataupun kamera digital kita dapat menghasilkan gambar dimanapun kita mau.
Pada saat ini saya tidak akan membahas bagaimana cara pengambilan dalam fotografi ,namun saya akan membahas tentang etika dalam pengembilan fotografi. Tujuan pembahasan ini adalah bagaimana kita dapat berinteraksi dengan objek yang akan difoto ,baik itu fotografer kepada model ,fotografer kepada masyarakat local , bisa berupa alasan mengapa kita tertarik untuk memotret, persiapan surat izin peliputan, hingga mencari tahu hal-hal yang tidak diperbolehkan atau yang dibolehkan (jika memotret ritual keagamaan atau budaya lokal).
Karena dengan memiliki etika yang baik atau berinteraksi sebelum mengambil foto ,tentu objek yang ingin kita ambil nantinya dapat hasil yang sesuai dengan apayang kita inginkan.
Dalam halnya ,fotografer yang beretika akan dianggap oleh masyarakat sebagai orang yang rendah hati,hormat terhadap orang lain.contohnya ketika kita ingin mengambil foto Portrait dan modelnya seorang Wanita, kita menghormatinya dengan tidak menyentuhnya ketika kita mengarahkan gaya ,dan tidak bersikap memerintah ketika memberikan pose berfoto.
Ada beberapa peraturan dan etika untuk memotret dan menyiarkan sebuah karya foto kepada publik seperti adanya beberapa hak pokok individu yang dilindungi undang-undang dan hukum yang sangat prinsipil untuk melindungi seserang antara lain:
- Gangguan atas pengambilan foto dimana hak privasi seseorang memang diperlukan
- Penggunaan foto untuk kepentingan sebuah produk atau kepentingan tertentu
- Sepihak, sehingga menyebabkan seseorang terlihat buruk
- Pengambilan foto yang memang terjadi akan tetapi foto tersebut bersifat pribadi atau bisa memalukan seseorang
- Mengedepankan hak privacy
Etika dalam pengambilan fotografi tidak hanya berlaku kepada objek yang akan kita foto namun etika ini juga berlaku ketika kita ingin mengambil foto diruangan privat
Ruang Privat adalah area tempat berkumpulnya banyak orang, namun dianggap secara tidak langsung memiliki “Wilayah Privasi” bagi orang, institusi, atau alat pendukung didalamnya terhadap kerja fotografer jurnalis, ataupun fotografer pada umumnya.
Wilayah tersebut meliputi:
Rumah Sakit, Pengadilan, SPBU, Perusahaan BUMN atau Swasta, Pangkalan Militer, Bandara, Stasiun Kereta Api, dan seluruh Objek Vital Nasional.
Kebalikan dari yang sebelumnya, Ruang Publik adalah lokasi yang hampir tidak ada batasan privasi didalamnya, namun untuk fotografer ada beberapa etika dan moral profesi yang harus dikedepankan saat memotret dan melakukan peliputan di tempat ini. Beberapa diantara nya adalah:
Taman, ruang terbuka hijau ,semua pasar tradisional ,semua lokasi jalanan.
Walaupun lokasi diatas adalah lokasi umum tetap ada etika yang berlaku ketika kita ingin mengambil gambar, sederhananya adalah meminta izin dengan berkomunikasi dengan objek yang difoto atau penjaganya.
Secara etika, sebaiknya di manapun kita mau memotret, apalagi obyeknya adalah manusia, mintalah ijin dahulu, dekati dengan ramah, buat mereka dalam kondisi nyaman dan tidak asing dengan kita (fotografer). Karena 90 persen orang akan dengan senang hati menerima kedatangan kita saat diajak bicara dahulu. Tapi jangan lupa bicarakan maksud kita usai memotret. Menyapanya, seperti menanyakan nama, umur, pekerjaan keluarga, sampai hal remeh-temeh lainnya.
Ketika mereka balik bertanya buat apa foto itu? Katakan dengan benar apa adanya. Misalnya untuk sekedar belajar atau kepentingan pemberitaan yang baik. Jika mereka paham kita lega, namun jika mereka keberatan, jangan coba-coba mempublish secara umum. Selain tidak menghormati privacy, mereka juga bisa menuntut kita.
Tr : M. Egi Fahreza