Teropongdaily, Medan-Di era modern ini, mahasiswa dihadapkan pada dua tuntutan besar: memiliki nilai akademik yang tinggi dan membangun citra diri yang baik. IPK yang tinggi dianggap sebagai bukti kecerdasan dan kerja keras, sedangkan personal branding menjadi kunci agar terlihat kompeten di dunia profesional. Dua hal ini memang penting, tetapi jika tidak diimbangi dengan baik, keduanya bisa menjadi beban ganda yang melelahkan.
Mahasiswa kini tidak hanya berfokus pada belajar di kelas, tetapi juga harus aktif dalam organisasi, membuat konten, serta menampilkan kegiatan positif di media sosial. Tujuannya jelas, agar terlihat produktif dan berprestasi. Namun di balik semua itu, banyak mahasiswa yang diam-diam merasa tertekan karena harus tampil sempurna di dua dunia sekaligus: akademik dan digital.
Tekanan akademik sendiri telah terbukti menjadi salah satu faktor utama penyebab stres pada mahasiswa. Dilansir dari Siho Jurnal (2023), hasil meta-analisis terhadap 63 penelitian dengan total 31.847 mahasiswa di Indonesia menunjukkan bahwa beban akademik menjadi penyebab utama stres, dengan nilai korelasi sebesar r = 0,56 (p < 0,001).
Penelitian lain juga mengungkap bahwa sekitar 36% hingga 71% mahasiswa di Indonesia mengalami stres akademik, tergantung pada jurusan dan beban tugas yang dihadapi. Angka ini menunjukkan bahwa sistem pembelajaran dan penilaian di kampus masih menimbulkan tekanan besar bagi mahasiswa.
Di sisi lain, mahasiswa juga dituntut untuk membangun personal branding. Penelitian terhadap mahasiswa pengguna Instagram menunjukkan bahwa mayoritas dari mereka menggunakan media sosial untuk membentuk citra diri. Mereka berusaha tampil aktif, kreatif, dan berprestasi agar terlihat menarik di mata publik serta calon perekrut kerja.
Namun, menjaga personal branding tidak semudah yang terlihat. Mahasiswa harus konsisten membuat konten, menjaga citra, dan terus mengikuti tren agar tetap relevan. Proses ini menyita waktu dan energi yang seharusnya dapat digunakan untuk belajar atau beristirahat, sehingga menambah beban mental maupun fisik.
Selain itu, muncul pula fenomena social comparison atau perbandingan sosial. Melihat teman yang tampak lebih sukses atau produktif di media sosial sering kali membuat mahasiswa merasa minder dan tidak cukup baik. Perasaan ini dapat menurunkan kepercayaan diri serta meningkatkan tingkat stres.
Sistem pendidikan dan budaya sosial saat ini terlalu menekan mahasiswa untuk tampil sempurna. Kampus perlu berperan aktif dalam menyediakan dukungan psikologis dan edukasi mengenai personal branding yang sehat yang menekankan kejujuran, keseimbangan, serta orisinalitas. Sebab pada akhirnya, IPK dan personal branding memang penting, tetapi keduanya tidak boleh menjadi beban ganda yang mengorbankan kesehatan mental dan kebahagiaan mahasiswa.
Tr: Anggy Anjelia