Teropongdaily, Medan-Media saat ini seolah tidak pernah habis dalam memberitakan kasus pembunuhan. Motif yang melatarbelakangi ini pun berbeda-beda. Namun, tak jarang beberapa kasus pembunuhan hingga saat ini sulit untuk ditelusuri siapa pelakunya. Berikut dua contoh kasus kematian mahasiswa yang sulit untuk dipecahkan, siapa dalang pembunuhnya.
- Pembunuhan Mahasiswa UI
Mengutip dari harianhaluan.com menjelaskan Akseyna Ahad Dori ditemukan meninggal di Danau Kenanga Universitas Indonesia (UI) pada 26 Maret 2015 silam. Akseyna ditemukan tenggelam dengan menggendong tas berisi enam buah batu, dengan berat total 14 Kilogram (Kg). Awalnya polisi menduga mahasiswa Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) UI ini bunuh diri, diperkuat dengan adanya ‘surat wasiat’. Namun, hasil otopsi menemukan beberapa lebam di wajah Akseyna dan paru-paru yang penuh dengan air dan pasir. Kejanggalan lain muncul seiring berjalannya waktu.
Pada tanggal 14 April penemuan baru kembali terbuka. Grafolog Deborah Dewi melalui akun twitter pribadinya, membagikan kepada publik tentang adanya kejanggalan dari surat wasiat Akseyna.
Deborah menemukan enam kejanggalan setelah membandingkan tulisan di surat dengan tulisan tangan Akseyna yang asli. Segera Deborah menghubungi kakak dari Akseyna secara pribadi, untuk menyampaikan hasil analisisnya.
Penemuan baru ini, mendorong kedua orang tua Akseyna untuk datang memberikan keterangan di Kepolisian Resort (Polres) Depok. Ayah Akseyna mengutarakan berbagai kejanggalan dari surat dan kronologi kejadian pada pihak kepolisian. Akhirnya, pada 4 Mei 2015, polisi menyatakan bahwa Akseyna meninggal karena dibunuh dan mengubah kasus ini menjadi kasus pembunuhan. Meski begitu, Polisi masih belum berani mengumumkan tersangka dan motifnya karena masih dalam penyelidikan.
Baru pada tanggal 5 Mei 2015, Polisi memanggil Grafolog Deborah Dewi sebagai saksi ahli kasus ini. Deborah diminta melakukan analisis secara mendalam terhadap tulisan-tulisan Akseyna dan sejumlah saksi. Namun, pada 6 Mei 2015, Kepala Kepolisian Resort (Kapolres) Depok Ahmad Subarkah meralat pernyataan pembunuhan, ia mengatakan media salah paham menangkap pernyataannya. Menurutnya, Polisi belum bisa memastikan apakah Akseyna dibunuh atau bunuh diri. Belum dapat dipastikannya kasus ini oleh kepolisan, karena penyelidikan masih dilakukan dengan memeriksa 17 orang saksi.
Pada 22 Mei 2015, Grafolog Deborah Dewi memaparkan hasil analisis surat wasiat Akseyna pada Polisi. Poin pertama, surat tersebut dibuat oleh dua orang. Orang pertama adalah Akseyna, sedangkan orang kedua adalah orang lain. Poin kedua, tanda tangan di surat tersebut dibuat oleh orang lain, yang juga mencoba meniru tulisan Akseyna. Pada tanggal 25 Mei 2015, keluarga Akseyna mengeluarkan pernyataan resmi terkait surat dan informasi kasus yang simpang siur. Keluarga tidak meyakini surat ditulis oleh Akseyna, karena banyak ditemukan kejanggalan pada isi, bentuk dan proses penemuan. Keluarga juga meminta Polisi untuk memberikan klarifikasi terkait tersebarnya foto surat yang tertempel di dinding, padahal Polisi mendapatkan surat tersebut dari ayah Akseyna. Ayah Akseyna menerima surat itu dari teman Akseyna.
Berdasarkan hasil gelar perkara, Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) dan Polisi Daerah (Polda) Metro Jaya dan Polres Depok mengumumkan secara resmi bahwa kasus Akseyna adalah kasus pembunuhan.
Namun hingga saat ini, delapan tahun dari waktu kejadian, Polisi belum berhasil mengungkap kasus dan menangkap pembunuhnya.
- Pembunuhan mahasiswi USU
Mahira Nabila merupakan mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU) angkatan 2022, ditemukan tergeletak tewas dengan kepala terbakar dan sudah menjadi tengkorak. Mahira ditemukan tewas di kediamannya dengan kondisi rumah terkunci dari luar dan lampu mati. Bau busuk menguap dari dalam rumah saat satpam komplek dan om angkat Mahira memaksa masuk kediamannya lewat tangga rumah tetangga.
Pintu hanya diganjal oleh jemuran dan pada pukul 12 dini hari ayah angkat Mahira membuka paksa pintu rumahnya dalam kondisi gelap gulita. Mahira sudah ditemukan tak bernyawa tergeletak di lantai dengan kondisi tubuh masih utuh, kepala terbakar dan bersisa tengkorak dan sebuah obat nyamuk ada ditangannya. Mahira diduga telah meninggal selama kurang lebih 10 hari yang lalu.
Kejadian bermula pada 3 Mei 2023, tante Mahira mendapat pesan dari instagram bahwa Mahira tidak mengikuti perkuliahan sehingga bertanya Mahira sedang berada disana. Melalui pesan tersebut, tante angkat Mahira kemudian mencoba menghubungi Mahira namun tak kunjung mendapatkan respon. Hingga pada jam 11 malam, tante angkat Mahira mendatangi kediaman Mahira dan didapati rumah dalam keadaan digembok dari luar, gelap, dihalaman rumah ada motor. Dugaan awal Mahira menghabisi nyawanya sendiri karena ditemukan bahwa tidak ada barang yang hilang, tidak ada kerusakan akses rumah dan ditemukan juga sebuah surat di ruang tamu dengan handphone dan kunci motor tergeletak.
Di tanggal 4 Mei om angkat Mahira mendapati Mahira sudah ada di Rumah Sakit (RS) Bhayangkara Medan, namun sang ayah angkat menolak untuk dilakukan otopsi sehingga hari itu juga jenazah dikebumikan. Kejanggalan-kejanggalan atas kematian Mahira ditemukan mulai dari surat yang diduga ditulis oleh Mahira tidak sesuai dengan tulisan tangan Mahira. Diduga surat tersebut digunakan untuk memperkuat dugaan bunuh diri Mahira. Rumah ditemukan dalam keadaan terkunci dari luar, seharusnya jika Mahira ditemukan di dalam rumah, maka kunci rumah harusnya dari dalam. Mahira semasa hidupnya pernah bercerita dirinya diminta menjauhi keluarga ibu angkatnya dan tinggal bersama ayah angkatnya jika ingin dibiayai kuliahnya. Tapi ternyata Mahira tinggal seorang diri di rumah ibu angkatnya dan hanya diberikan uang Rp.100 ribu per bulan oleh ayah angkatnya. Diketahui Mahira merupakan anak yang diadopsi sejak umur empat bulan yang diambil dari adik ayah angkat Mahira.
Kedua orang tua angkatnya kemudian bercerai, ibu angkat dan Mahira diketahui mendapatkan kekerasan sejak 2016 dan Mahira memilih tinggal bersama ibu angkatnya namun pada 2020 ibu angkatnya meninggal dunia. Rumah yang ditempati Mahira dan ibu angkatnya merupakan rumah yang jatuh ke tangan ibunya berdasarkan keputusan cerai kedua orang tuanya. Saat ibu angkat meninggal, otomatis rumah tersebut jatuh ke tangan Mahira. Selain itu, ayah angkat Mahira memiliki gelagat yang aneh pada saat ditemukannya jenazah Mahira, mulai dari pembersihan Tempat Kejadian Perkara (TKP) oleh pihak ayah angkat hingga penolakan dilakukan otopsi. Jenazah Mahira dinyatakan telah diotopsi pada 15 Mei 2023 dan masih menunggu hasil otopsi. Pihak keluarga juga sudah menunjuk kuasa hukum dan kasus akan dikawal oleh Polsek Patumba, Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Medan, serta Polda Sumatera Utara (Sumut).
Tr : Basri Musthofa
Editor : Khofifah Aderti Mutiara
Sumber Foto : Sindonews.com