Teropongonline, Medan-Perekonomian Indonesia mengalami perubahan yang cukup signifikan sejak hadirnya pandemi Covid-19 yang telah melanda dunia. Tidak sedikit pihak yang mengalami perubahan tersebut salah satunya para pelaku usaha di berbagai sektor usaha seperti objek wisata yang kian terpukul. Menurunnya angka pendapatan dari setiap usaha yang tengah dilakoni pun sudah menjadi hal yang lumrah semenjak Covid-19 melanda.
Taman bermain air dengan dua kolam anak-anak di pondok beringin itu tampak sunyi. Kolam renang yang biasanya ramai dipenuhi pengunjung dari berbagai usia untuk berenang atau sekedar berkumpul dengan keluarga kini tak kunjung didatangi pengunjung. Tidak sering lagi terdengar suara tawa, teriakan anak-anak yang kegirangan bermain air, obrolan seru pemuda-pemuda menghabiskan akhir pekan bersama hingga saling mencipratkan air ke wajah. Kolam-kolam yang berderet itu kini kehilangan para pengunjung nya.
Empat bulan tak dijamah pengunjung, kini taman bermain air itu perlahan membuka kembali gerbang pengunjung. Hal itu berlaku semenjak pemerintah memberlakukan “new normal” pasca Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diterapkan. “Kita mulai buka lagi akhir bulan Juli lalu, tapi ya gitu yang datang cuma sedikit dan gak tentu, kadang juga bayar tiketnya lima ribu saja. ya mau enggak mau diterima daripada enggak ada pendapatan,” ungkap Sutono selaku pihak pengelola wisata air.
Meski sudah dberlukannya sistem new normal bukan berarti keadaan pulih seperti sedia kala, hal tersebut justru semakin menyulitkan kondisi keuangan usaha wisata air milik Karyono. Selain harus menanggung biaya operasional dan gaji karyawan, pendapatan pun tak lagi sesuai hingga harus memberhentikan empat karyawannya. “Biasanya sebelum pandemi pendapatan usaha ini 20 sampai 25 juta per bulan , sekarang ini gak menentu la untuk dapat 15 juta itu sudah susah kali,” keluh Sutono.
Beruntung ia dan dua karyawan lainnya tidak di berhentikan walau gaji mereka dibayar dua bulan sekali. Bisa menafkahi keluarga ia masih bersyukur dan merasa lebih beruntung dibandingkan teman-teman nya. Namun, Sutono mengaku saat ini adalah masa paling sunyi di tempat kerja yang ia kelolah semenjak dua tahun terakhir.
Di sisi lain, usaha rumah makan masakan padang yang berlokasi di jalan lintas Riau milik Hamidah juga turut merasakan dampak ekonomi selama pandemi . Jika selama ini pembeli yang singgah ke rumah makannya di dominasi oleh pengguna jalan lintas, namun kini ia hanya dapat mengharap dari buruh tani kelapa sawit yang sering membeli jualannya sepulang memanen. “Dulu itu lumayan ramai apalagi jalan lintas seperti ini banyak yang mampir , sekarang bisa dihitung la, kalau enggak dari buruh tani yang habis manen ya, gini la susah pemasukan,” ungkap wanita usia 55 itu.
Sama halnya dengan usaha wisata air milik Karyono yang terpaksa memberhentikan pekerjanya, pada usaha rumah makan hamidah tersebut juga memberlkukan hal itu bahkan ia juga mengurangi posi masakan yang dihidangkannya jauh sebelum pandemi ini melanda. Dalam sehari biasanya pendapatan kotor dari rumah makannya mencapai 2,5 juta hingga 3 juta per hari. Namun dalam kondisi seperti ini pendapatan yang kerap ia peroleh turun menjadi 1 juta hingga 1,5 juta saja. Beruntung, pendapatan nya masih bisa menutup biaya sewa ruko, tagihan listrik , air, dan wifi rumah makan.
Hamidah tidak berharap banyak pada pemerintah untuk membantu ekonominya yang semakin surut, hanya saja ia berharap pemerintah dapat segera mengatasi pandemi dengan baik. ” Gak muluk-muluk saya masih bersyukur meski ekonomi keluarga kini tengah di uji , saya yakin musibah yang datang dari maha kuasa ini dapat diatasi , saya hanya berharap pemerintah menangani Covid-19 dengan baik dan dapat mengatasi resesi ekonomi agar keadaan kembali seperti biasa sebelum adanya pandemi,” ungkap wanita yang di sapa uni tersebut.
Hamidah dan Karyono tidak sendiri, sebab usaha lain di sekitarnya juga jauh dari kedatangan pengunjung. Seperti yang dialami Ramawati Sitanggang pemilik kedai sembako dan warung kopi di jalan lintas riau itu mengaku pendapatan nya kian menurun. Saat ini, warung kopi miliknya tidak lagi ramai, pembeli yang biasanya berdatangan saat warung mulai buka kini hanya beberapa pembeli yang menyinggahi warung kopi itu. Kursi -kursi di warung kopi itu seolah tak lagi berpenghuni. ” Pendapatan kotor sekarang paling hanya 700 ribu hingga 1 juta saja per hari kalau dibandingkan dulu sebelum pandemi itu 1 juta hingga 1,5 juta,” ungkap Rahmawati.
Ramawati mengaku saat ini masih bisa memenuhi kebutuhan ketiga anaknya yang masih sekolah seusai di tinggal pergi suaminya hanya dari kedai sembako di sebelah warung kopi nya itu. ” Memang pandemi kayak gini , terasa kali biasanya dari kedua usaha cukup la untuk memenuhi kebutuhan keluarga, dari mulai biaya sekolah, biaya listrik, dan biaya kebutuhan yang lain. kadang memang gak menentu pendapatan tapi di cukup-cukup kan aja,” ujar ibu dari tiga anak itu.
Ia hanya bisa berharap pemerintah memberikan bantuan bagi pemilik usaha kecil seperti dia. ” Pokoknya 6 bulan terakhir usaha saya terasa kali surutnya, kalau bisa saya sedikit dibantu la, kayak ada Bantuan Langsung Tunai bagi Usaha Mikro Kecil Menengah ( BLT-UMKM) itu belum pernah saya dapat,” ungkap wanita yang khas dengan logat Batak itu.
Tr : Anita Sihombing