Halo Sobat Pong-pong!
Di era digital, setiap gerak dan ekspresi pejabat publik mudah menjadi sorotan. Belakangan, beberapa gestur pejabat pemerintah memicu perbincangan di media sosial. Mulai dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia yang tertangkap kamera mencolek bos Danantara saat Presiden Prabowo menyinggung kerugian Rp300 triliun, aksi Uya Kuya dan Eko Patrio yang berjoget di Sidang Paripurna MPR pada 15 Agustus 2025, hingga Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Gorontalo Utara yang viral karena diduga mencibir massa aksi.
Bagi masyarakat, gestur-gestur seperti itu sering kali dianggap mencerminkan kepribadian dan karakter seorang pejabat publik. Di tengah meningkatnya kesadaran publik terhadap etika kepemimpinan, sikap atau ekspresi yang dinilai tidak pantas dapat menimbulkan kekecewaan dan mengikis rasa hormat terhadap figur pemimpin.
Menanggapi hal tersebut, Mahasiswa Semester V Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Chandist Achtar Chamely, menilai bahwa gestur seperti itu dapat merusak citra pemerintah.
“Gestur pejabat publik seperti itu bisa merusak citra pemerintah, terutama di mata generasi muda dan mahasiswa, karena dapat dianggap sebagai tindakan sensitif, arogan, atau tidak mencerminkan sikap pemimpin yang bijak,” ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa gestur kecil sekalipun dapat berdampak besar terhadap kepercayaan masyarakat.
“Gestur kecil itu mencerminkan sikap dan nilai seorang pemimpin bukan hanya soal etika, tapi juga berdampak langsung pada menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah,” ungkapnya.




Tr: Anggun Nihma





















