Teropongdaily, Medan- Benar kata Bang Haji Rhoma Irama, “darah muda, darahnya para remaja”. Sudah naluriahnya seperti itu. Laiknya para remaja, jiwanya pasti membara dan menggebu-gebu. Mentalitas “senggol-bacok” pun tertanam dalam-dalam di sanubari. Yang salah ditentang, yang kurang ajar dihajar, yang melawan sudah pasti dihantam. Jadi jangan heran kalau para remaja terkesan bebal dan melawan. Memang itulah salah satu fase hidup yang bakal mereka lalui sebelum akhirnya bertambah dewasa dan menjadi lebih bijaksana. Kita semua begitu: kau, aku, dan mereka, kita pasti pernah merasa serupa.
Namun kenaifan tidak hanya berhenti di situ saja. Drama kebodohan, keegoisan, dan keras kepala remaja masih akan terus berlanjut. Puncaknya adalah sampai mereka ingin mengubah dunia sebab ketidakberesan dan keculasannya. Berpikir bahwa semua ketidakberesan, ketidakadilan, dan keculasan hanya bisa dibereskan oleh dirinya. Mentalitas ingin “mengubah dunia”, rasa optimisme, dan merasa “bisa” melakukan segalanya pun tumbuh mekar di dirinya.
Aku pun dulu pernah merasa seperti itu. Tapi itu dulu. Sampai akhirnya aku sadar, tepatnya ketika menginjak umur 20, bahwa semua itu tidak lebih dari keegoisan dan kenaifanku seorang. Di fase hidupku saat ini, percayalah, impian untuk mengubah dunia, membereskan segala keculasan, ketidakadilan, dan ketidakberesan yang terjadi di dunia, semuanya sirna sudah. Tidak ada lagi Rizali yang ingin mengubah dunia atau merasa bisa melakukan segalanya. Yang sekarang tersisa dariku hanyalah harapan bahwa suatu hari, kelak sebelum aku mati, aku adalah manusia yang berguna.
Aku paham. Perasaan merasa “penting” dan bisa “mengubah dan melakukan segalanya” yang hadir ketika kita masih muda, itu semua hanyalah ambisi yang muncul akibat kisah-kisah heroik yang kita konsumsi. Misal, kisah tentang seorang manusia biasa yang tiba-tiba berubah menjadi super hero laba-laba yang menyelamatkan dunia, atau kisah tentang seorang penjaga warnet yang dengan usaha dan kegigihannya bisa mendirikan perusahaan unicorn yang hari ini kita kenal sebagai Tokopedia.
Berkat kisah-kisah heroik tersebut, kau pun mulai berambisi dan bermimpi bahwa kau harus menjadi salah satunya. Harus jadi orang yang berbeda, harus unik, harus jadi anti mainstream. Kalau orang berbondong-bondong ingin masuk surga, kau justru sebaliknya, ingin tetap tinggal di dunia sambil menikmati sengkarut yang ada. Kau keliru. Dewasa ini, semua orang ingin menjadi “berbeda”, namun mereka lupa ketika semua orang ingin menjadi “berbeda” yang ada justru mereka semua jadi terlihat “sama”. Lalu apa gunanya ingin menjadi “anti mainstream” kalau ujung-ujungnya malah jadi “mainstream”? Inilah kontradiktif yang sesungguhnya Tuan dan Nyonya.
Itulah sebabnya mengapa aku melupakan mimpiku yang lama. Aku ingin kehidupan yang biasa. Tidak ada lagi keinginan untuk menjalani kehidupan heroik yang penuh pengorbanan dan kebermanfaatan. Semuanya berubah menjadi kehidupan yang sederhana namun sarat makna.
Yang kuinginkan sekarang jauh lebih sederhana. Pagi ngantar istri, lalu pulang minum teh atau kopi, dilanjut beres-beres mandi, lalu pergi mengajar. Siangnya pulang, jemput anak, lalu lanjut istirahat makan siang. Sore jemput istri pulang dari kerja, lanjut malamnya kembali bekerja, dan ketika menjelang akan tidur aku ingin membaca. Lalu pergi mendaki gunung ketika akhir pekan. Kehidupan biasa seperti inilah yang kini kudamba-dambakan. Tidak ada lagi kehidupan yang ribet dan menyusahkan laiknya pahlawan.
Terlihat remeh dan membosankan bukan? Namun kehidupan ideal yang kukatakan sebelumnya muncul sebagai anti tesis dari kehidupan masa mudaku yang ingin mengubah dunia.
Ketika masih muda, mungkin kau bercita-cita ingin mengubah dunia. Kau lagi-lagi lupa. Padahal Group Band paling terkenal di Inggris, OASIS, pernah mengingatkan kita dalam liri lagu Don’t Look Back in Anger, “So i start a revolution from my bed”. Secara tidak langsung mereka mengatakan kepada kita semua bahwa semua perubahan, revolusi, yang kau agung-agungkan, semuanya bermula dari tempat tidur—dari mimpi-mimpi ketika kau tidur—jadi, BANGUNLAH HEI KAWAN! KEINGINANMU MENGUBAH DUNIA HANYALAH SEKEDAR MIMPI BELAKA! Semuanya akan remuk redam, hilang, ketika dihantam realita.
Aku tidak ingin mendiskreditkan kalian, anak muda, yang memiliki cita-cita mulia ingin mengubah dunia. Pasti ada orang yang berhasil mengubah dunia. Mungkin dari 1 juta orang, hanya 10 orang yang berhasil mewujudkan mimpinya mengubah dunia, sementara sisanya sembilan juta sembilan ratus sembilan puluh sembilan ribu sembilan ratus sembilan puluh (9.999.990) orang lainnya hanya akan menjalani hidup jauh dari apa yang diimpikan dan diekspektasikan. Aku yakin pasti ada orang yang bisa mengubah dunia namun tidak untuk melakukan segalanya. Itu ranah Tuhan bukan manusia.
Kau tidak harus mengubah dunia sebab satu-satunya yang harus diubah di dunia ini adalah dirimu sendiri. Untuk apa mengubah dunia jika hidupmu nyatanya masih berantakan? Ubahlah dirimu terlebih dahulu, pelan namun pasti, dunia yang menurutmu penuh ketidakadilan, ketidakberesan, dan keculasan pasti akan turut berubah mengikuti. Namun kita tidak tahu harus sampai kapan merubah diri dan kapan semua itu selesai. Urusan itu kembalikan saja pada takdir dan waktu. Biarkan garis takdir dan ruang waktu yang menentukan.
Sekali lagi. Bermimpilah secukupnya meskipun Presiden kita, Soekarno, pernah bilang, “Bermimpilah setinggi langit lalu jatuh di antara bintang-bintang”. Itu ucapan beliau ketika masih menjadi Presiden, tentunya hal tersebut tidak relevan bagimu anak muda yang hanya seorang mahasiswa biasa.
Berhentilah membaca quotes-quotes positif sebab perubahan signifikan yang terjadi dalam hidup justru datang dari kesialan, kesulitan dan kesusahan hidup yang dialami. Dari omongan julid para tetangga, makian orang-orang yang menganggap remeh dirimu, dari sana lah semua pelajaran dan kedewasaan hidup dapat diraih.
Berhentilah merasa bisa melakukan segalanya karena masih muda apalagi kalau sampai berpikir bisa mengubah dunia. Get a life. Semua orang punya kapasitas dan batas. Sadarlah. Satu-satunya yang harus kau ubah adalah dirimu sendiri bukan dunia! Mungkin kau bisa mengubah dunia namun tidak untuk melakukan semuanya. Itu ranah Tuhan bukan manusia.
Tr : Rizali Rusydan
Sumber foto : facebook