Teropongdaily, Medan-Biarlah 2024 menjadi tahun banyak orang fanatik dengan Calon Presiden (Capres) pilihannya. Saya pribadi lebih tertarik duduk di warung kopi dan bercerita apapun, menyampaikan keluh kesah dan harapan-harapan terdalam soal Medan.
Menjadi Medan itu capek. Medan itu kota yang lelah, ia ibarat budak yang tak pernah berhenti untuk menuruti nafsu para konglomerat yang tak ada puasnya mengumpulkan harta. Ia tak bisa istirahat dan harus terus bekerja keras.
Dia capek, sebab tubuhnya terus digali tanpa habis. Untuk menangani banjir, Wali Kota Medan dan dinas terkait melakukan penggalian besar-besaran di tiap kecamatan di Kota Medan. Namun, tindakan itu menyebabkan kemacetan parah dan meruginya para pedagang karena lapak dagangannya sedang digali.
Belum lagi pembagunan infrastruktur. Adanya pembangunan underpass di Jl. Gatot Subroto dan di Jl. HM Yamin. Overpass yang berada di Jl. Kereta Api, membuat beberapa ruas jalan ditutup selama pembangunan. Akibatnya, pengguna jalan harus pandai-pandai mencari alternatif untuk terhindar dari kemacetan. Tapi apa mau dikata, namanya juga kota besar yang sedang melakukan pembangunan secara masif, Macet sudah pasti menjadi bagian di dalamnya.
Mengutip data dari Polisi Daerah Sumatera Utara (POLDASU) di awal tahun 2024 jumlah kendaran bermotor secara keseluruhan di Kota Medan tembus 3.523.340 kendaraan, lebih banyak dari penduduk Kota medan yang berjumlah 2.527.050 jiwa pada tahun 2023.
Medan dengan segala revitalisasi dan pembangun infrastrukturnya bertujuan untuk menjadi Smart City di Indonesia.
Namun, pemerintahannya lupa bahwa ada warga yang harus menjadi smart people, tidak hanya kotanya saja. Dan itu menjadi tanggung jawab siapa? sudah pasti tanggung jawab kepala pemerintahan.
Karena sejatinya seorang pemimpin bukan berpihak pada penguasa, tapi bagaimana menjadikan warganya menjadi warga yang bijak, berintelektual dan cerdas.
Belum lagi manusia-manusia yang pantang lihat besi, susahnya mencari lapangan pekerjaan, semakin mahalnya kebutuhan hidup, termasuk pendidikan dan kesehatan,
membuat warga Medan melakukan berbagai macam cara untuk memenuhi kebutuhannya, entah itu untuk keluarga, atau membeli narkoba, mulai dari curanmor, begal, juru parkir liar, mencuri pagar, mencuri jemuran, sampai besi-besi yang masih berfungsi di jalanan pun raib ditangan preman. Status sebagai kota kriminal sepertinya cocok disematkan untuk Medan, karena pada tahun 2023, Medan menempati urutan kedua dengan tingkat kejahatan tertinggi di Indonesia setelah Jakarta.
Lalu, apa yang diperlukan di kota ini?
Menjadi warga yang Smart People. Mulai dari jajaran pemerintahannya sampai rakyatnya.
Seharusnya pemerintah bisa lebih dahulu fokus dalam hal mengentaskan kemiskinan dan narkoba, menaikkan taraf pendidikan dan ekonomi warga. Lakukan pembangunan yang penting-penting saja terlebih dahulu. Perbaikan jalan itu sudah bagus, namun revitalisasi bangunan atau infrastruktur kini kelihatan tidak penting, bukan?
Medan, agak sabar ya, kami warga yang hanya menumpang kerja atau kuliah di kota mu, sejujurnya sayang sekali dengan dirimu. Tapi kami bisa apa, selain berharap kamu layak huni, aman dari kriminal, tidak macet, tidak banjir dan punya banyak pohon, bukan lampu pocong.
Tr : Masyitah Ginting
Editor : Rizali Rusydan
Sumber Foto : Karosatuklik.com