Teropongdaily, Medan-Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menghapuskan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden sebesar 20% merupakan perubahan penting yang membawa dampak besar bagi sistem politik Indonesia.
Sebelumnya, presidential threshold menjadi syarat utama bagi calon presiden untuk maju, yakni dengan mendapatkan dukungan minimal 20% kursi di DPR. Setelah melalui proses panjang dan melibatkan beberapa kali persidangan, akhirnya aturan ini dihapuskan. Penghapusan ambang batas pencalonan presiden ini menunjukkan bahwa MK membuat pandangan baru yang mengikat dan harus dilaksanakan.
Dari sisi demokrasi, keputusan ini mendukung prinsip kesetaraan dalam berkompetisi. Setiap partai, tanpa terkecuali, kini bisa lebih bebas mengajukan calon tanpa harus tergantung pada koalisi besar yang mendominasi. Dalam jangka panjang, hal ini akan memperkaya sistem multipartai di Indonesia, yang lebih berfokus pada kualitas calon daripada sekadar kuantitas dukungan politik.
Menurut Mahfud MD, mantan Ketua MK, penghapusan presidential threshold adalah langkah penting karena ambang batas pencalonan selama ini digunakan untuk membatasi hak rakyat dan partai politik dalam memilih maupun dipilih dalam pemilu. Hal ini dinilai tidak sejalan dengan prinsip keadilan dalam demokrasi.
Dengan persaingan yang lebih terbuka, rakyat akan memiliki kesempatan untuk memilih calon terbaik mereka, bukan hanya calon dari partai besar yang memiliki dukungan luas. Ini adalah kesempatan bagi rakyat untuk memilih secara bebas dan adil.
Presidential Treshold selama ini memang menjadi momok karena kerap menjegal siapapun kandidat calon yang ingin maju; baik yang memiliki kompetensi dan kapabilitas yang mumpuni atau hanya sekedar cek ombak suara. Namun begitulah sistem demokrasi, ruwet dan berisik, karena mulai saat ini siapapun bisa menjadi calon presiden, hanya calon, kepilih belum tentu.
Demokrasi kembali hadir di tanah pertiwi yang kian hari kian kemarau akan ide dan independensi. Lebih berisik, lebih ruwet, namun inilah resiko demokrasi. Sebab di satu sisi semakin besar pula kemungkinan insan berkualitas dapat terjaring karena penghapusan kebijakan ini dengan harapan bahwa memang dia lah yang layak memimpin dan membangunkan demokrasi Indonesia dari mimpi buruk selama ini.
Tr: Intan Nur’aini
Editor: Rizali Rusydan