Teropongdaily, Medan-Pada Society 5.0 dikatakan bahwa perkembangan kemajuan teknologi pada saat ini ialah untuk menyokong pertumbuhan taraf hidup manusia. Society 5.0 yang turut diperkenalkan sebagai konsep utama atau inti direncana dasar ke-5 sains dan teknologi, yang diadopsi oleh Kabinet Jepang sejak Januari 2016. Dalam artikel yang diterbitkan oleh Sampoerna University pada Januari 2022, dijelaskan bahwa Society 5.0 merupakan sebuah konsep yang mendefinisikan bahwa teknologi dan manusia akan hidup berdampingan dalam rangka meningkatkan kualitas taraf hidup manusia secara berkelanjutan.
Pendidikan dan mahasiswa merupakan salah satu peran penting yang ikut mensukseskan konsep Society 5.0, dimana mahasiswa yang merupakan salah satu Sumber Daya Manusia (SDM) bernilai tinggi, diharapkan dapat menjadi kunci kesuksesan serta dapat berperan lebih aktif dan inovatif. Karena tak dapat dipungkiri, masa kali ini memanglah masa yang cukup berat dalam hal persaingan pemikiran terutama bagi para kaum terpelajar. Dimana inovasi dan aksi nyatalah yang lebih dipentingkan kini.
Namun, jika kita berbicara soal inovasi dan aksi, maka inovasi dan aksi yang seperti bagaimanakah yang dapat dikatakan bernilai tinggi serta bisa membantu perkembangan pemikiran manusia yang kini hidup berdampingan dengan teknologi? Seperti yang diketahui bahwa dalam Society 5.0 saat ini mengedepankan konsep pemikiran 4C (Creativity, Critical Thinking, Communication, Collaboration) yang kalau diulik lebih lanjut sebenarnya juga merupakan pemikiran dasar yang haruslah dimiliki oleh kaum elit terpelajar.
Tak sedikit orang yang beranggapan bahwa inovasi bisa berasal darimana saja dan bisa apa saja. Penulis sendiri pun juga mengakui benar kenyataannya kalau lahirnya suatu inovasi tak dapat kita batasi, tapi bukan berarti semua hal dapat diartikan sebagai sebuah inovasi, terutama apabila hal tersebut tidak memiliki value yang jelas dalam kegunaannya.
Pada umumnya, pendapat orang akan inovasi berarti sesuatu yang baru. Tapi apakah benar seperti itu? Suatu hal dapat dianggap sebagai sebuah inovasi apabila memiliki nilai jelas dalam kegunaannya yang tidak hanya berlaku dimasa sekarang, namun juga dimasa yang akan datang. Dengan memberikan batas jelas antara aksi dengan sekedar reaksi, inovasi dengan plagiasi.
Adanya kemudahan akses pada era digitalisasi tentunya merupakan keuntungan bagi para elit akademis yang memang berniat untuk berinovasi. Apalagi bagi mereka yang telah terbiasa berdampingan dengan teknologi.
Inovasi, aksi, ide-ide, semua hal tersebut sejatinya ada dalam diri setiap orang terutama para pelaku aktif akademik yang telah terasah sedemikian rupa pola pikirnya. Menjadi seorang pelaku yang bukanlah seorang nihilis, namun pelaku aktif dan inovatif.
Tr : Choirun Annisa
Editor : Khofifah Aderti Mutiara
Sumber Foto : freepick