Teropongdaily, Medan-Ini mungkin bukan sebuah kisah percintaan yang terkenal dan dramatis seperti kisah percintaan Romeo dan Juliet. namun siapa sangka, kisahku ini lebih dari sekedar kisah yang mengorbankan banyak perasaan. Benar kata orang, tidak semua yang kita inginkan bisa kita dapatkan dan tidak semua yang kita anggap bahagia mampu mengantarkan kebahagiaan itu sendiri.
Dalam perjalanan hidup, aku memiliki tekat yang kuat untuk mendapatkan apa saja yang aku inginkan. Bella adalah namaku, terlahir dilingkungan batak, kerasnya didikan yang aku dapatkan menjadikan karakter diriku yang pantang menyerah untuk mendapatkan segala sesuatu yang aku inginkan. Hampir semua yang aku inginkan terwujud, karena tekad dan perjuangan ku. tapi, ada hal yang tidak mampu aku taklukan, iya, cinta. Kisah percintaan ku ternyata tidak semulus apa yang aku bayangkan. Untuk urusan yang satu ini, ternyata tekad dan berjuang saja tidak cukup untuk membuat semuanya menjadi milik ku.
Aku percaya, bahwasanya cinta yang tumbuh pada diri seseorang merupakan anugerah yang Allah berikan kepada setiap insan. Terkadang cinta tidak mengenal siapa dan mengapa, dia hadir begitu saja tanpa diinginkan. Pria itu, dengan postur tidak terlalu tinggi, kulit yang bersih dan wajah yang manis berseri tatkala iya tersenyum, mampu mengalihkan pandangan ku untuk terus terpana dengannya. Adnan, begitu sapaannya, sosoknya yang pintar, pendiam dan seolah benar-benar membuat diriku tergila-gila dengannya, karakternya yang sangat bertolak belakang dengan ku memaksa ku dengan sukarela untuk bersikap lebih lembut dengannya.
Sejak pertemuan awal kami disebuah kampus pada saat itu, menjadi awal kedekatan kami, berbagai kegiatan perkuliahan sering kami lalui bersama. Bahkan setiap diskusi dan tugas kelompok yang diberikan oleh dosen, menjadi media kami untuk terus berinteraksi. Sikapnya yang lembut, perhatiannya, dewasanya, wibawanya, prestasinya, seolah mengharuskan ku untuk terus dan semakin mengaguminya.
Tidak terasa, perasaan ini sudah terlampau jauh mendalam terhadapnya. Tidak jarang , dia selalu hadir dalam mimpi dan khayal ku dengan berbagai kisah yang tentunya membuat aku semakin sulit untuk menahan perasaan ini. Apakah sosok Adnan sesempurna itu? Sebetulnya tidak. Beberapa kali sikap dan ucapannya sangat membingungkan dan melukai perasaan ku, tapi entah mengapa, itu tidak bisa dijadikan alasan ku untuk tidak menaruh hati kepadanya.
Empat tahun berlalu, kini saatnya dipenghujung masa kebersamaan kami sebagai mahasiswa. Dia mulai menentukan jalannya untuk melanjut kehidupan yang sebenarnya. Demikian juga aku, sampai pada suatu waktu, aku memberanikan diri mengajaknya jumpa di sebuah restaurant tempat kami biasa bertemu. Pertemuan ini tidak semerta-merta tanpa tujuan, kali ini aku memberanikan diri untuk benar-benar mengungkapkan perasaanku yang sudah lama aku pendam terhadapnya.
Dalam rinai hujan yang kala itu menyertai pertemuan kami, dalam percakapan yang sebelumnya telah dimulai dengan candaan gurauan tiba-tiba “ehmm, Adnan aku mau bicara sesuatu” ucapku tiba-tiba. “emang dari tadi kamu gak bicara Bel” saut Adnan dengan candaan.
Dalam waktu seketika tubuhku terasa kaku, mulutku kelu untuk berbicara dan seketika suasana hening sejenak. “Ini serius, tapi aku takut kamu marah” ucapku dengan lirih. “kamu ini kenapa sih? Udah bilang aja, macam sama siapa aja” saut Adnan dengan gaya bicara yang masih seolah candaan. Namun, aku tetap terdiam dan tertunduk “Bel, kenapa? Kau ada masalah? Ceritalah, kali aja bisa aku bantu” ucap Adnan seolah penasaran.
Langit tampak semakin gelap mencekam, petir menggema angin saut menyapa, seolah menambahkan suasana dingin pada kala itu. “Adnan, aku minta maaf sama kamu tapi aku harus ungkapkan ini sama mu” kataku dengan sedikit memberanikan diri. “Apaan sih Bela, kenapa kau? Ceritalah, apa masalahmu” tanya Adnan dengan nada yang sedikit mulai kesal. Dan aku pun berkata “Adnan, aku suka sama kamu” seketika suasana seolah hening, aku dan Adnan terdiam tanpa kata. “Aku minta maaf Adnan, perasaan ku udah terlanjur dalam padamu sejak awal kita jumpa dan semakin dalam seiring kita bersama” jelasku padanya. “Bela, jangan bercanda, ini kamu sedang becanda kan Bel”, tanya adnan seolah tidak menyangka dengan apa yang barusan iya dengar dari Bela. “enggak, enggak Adnan, aku sedang tidak bercanda dan kamu sedang tidak bermimpi” jawabku dengan lirih. Dalam percakapan ini tak sadar perlahan air mataku terjatuh. Disituasi ini juga raut wajah Adnan yang semula ceria sekarang tampak lebih murung dan seolah marah dengan apa yang barusan aku utarakan. “Bela, aku masih berharap ini adalah sebuah mimpi, aku gak tau dari mana awalnya kamu bisa seperti itu denganku”.
Dengan nafas yang mulai ter-engah aku berusaha menjelaskan semuanya yang ia tanyakan. “Semuanya tentang mu membuat aku benar-benar jatuh hati, sikap mu, kebaikan mu terhadapku, tidak mampu membendung perasaan ku sama mu Adnan”.
Hembusan angin kian kencang menyentuh setiap yang dilalui, dinginnya suasana itu seolah tidak terasa lagi. Tubuh ini tiba-tiba kebas seketika dan dalam benak ini hanya berpikir agar semuanya berakhir dengan indah. Namun, ketika Adnan berkata, “andai aku tau kalau kebaikan ku sama mu ini akan membuatmu seperti ini, pasti aku tidak akan melakukannya untuk mu, kebaikan yang ku lakukan selama ini sama mu, hanyalah sebatas teman dan gak lebih Bel”. Semakin deras airmata ini mengalir ketika mendengar jawaban yang sama sekali tidak aku harapkan.
Dalam ratapan ini, Adnan pun berkata “Bel, maaf jika ini akan menyakitimu, tapi aku mau menyampaikan sesuatu sama mu”. Aku hanya mampu tertunduk dan diam seribu kata. “Bel, aku akan menikah dengan seorang yang sudah lama aku jaga, mungkin waktunya kurang tepat, tapi aku kira ini akan menjadi berita bahagia untuk mu sebelum aku tau perasaan mu ke aku”.
Detak jantungku seolah berhenti sejenak, Bagai petir menyambar aku benar-benar tidak bisa menerima kenyataan yang barusan aku dengar. Tanpa pikir panjang, ditengah derasnya hujan ku pergi meninggalkannya dan berusaha pergi menjauh dengannya.
Dari sini aku benar-benar sadar, bahwasanya ternyata perasaan ku selama ini adalah kekeliruan yang tertunda. Aku benar-benar harus merelakan sesuatu yang tidak ditakdirkan untukku dan seharusnya demikian. Meski sulit mengukir kata Ikhlas, tapi aku yakin waktu akan menghapus semua memori perasaan yang sudah terlanjur mendalam ini.
Tr : Basri Musthofa
Editor : Khofifah Aderti Mutiara
Sumber Foto : Pinterest