Satu tahun ada tiga ratus enam puluh lima yang harus ditemui.
Temu yang tak terencana.
Mengaguminya secara tiba-tiba,
Dan melupakannya secara paksa.
Rona merah tak lagi menyala,
Hangatnya menjadi sempat yang singkat,
Mengikatmu tak lagi nyata.
Berhenti pada debar angan yang mendera.
Jika kerasnya batu adalah saya,
Maka kamu adalah gemercik air yang menetes diatasnya.
Jika hitamnya awan adalah saya,
Maka kamu adalah kilat petir yang menerangi gelapnya.
Dan jika riuhnya petir itu adalah saya,
Maka kamu adalah linangan hujan yang meredam gemuruhnya.
Dirimu bagaikan diksi yang sulit ditebak,
Bagiku yang memiliki presepsi keindahanmu.
Namamu dan sosok kehadiranmu,
Masih menjadi pemenang di hatiku.
Kamu hanyalah kamu,
Yang sederhana,
Dan obat penyembuh narasi rasa.
Bila badai kemarin adalah lembaran prolog untuk puisi kita,
Maka saya berharap epilog akan hadir sesejuk embun,
Serintik gerimis,
Dan seharum tanah yang basah.
Jika tuhan berkenan,
Jika alam raya merestui,
Aku ingin kembali,
Memeluk segalanya dengan erat dan memberi cinta yang lebih layak untuk dikenang.
Tr : Isty Fay Siregar
Sumber Foto : Pinterest