Teropongdaily, Medan-Dalam beberapa hari terakhir, media sosial Indonesia, khususnya Instagram, dipenuhi foto profil bernuansa pink dan hijau. Fenomena ini muncul sebagai bentuk respons masyarakat setelah aksi demonstrasi besar pada 28 Agustus 2025. Kedua warna tersebut dengan cepat menjelma menjadi simbol solidaritas rakyat dalam menyuarakan 17+8 Tuntutan Rakyat.
Warna pink dan hijau bukan sekadar pilihan estetika, melainkan mengandung makna simbolis yang mendalam. Dilansir dari Kompas.com, pink disebut sebagai “Brave Pink” atau pink pemberani. Inspirasi ini lahir dari sosok seorang ibu berhijab merah muda yang berdiri tegar di depan aparat bersenjata lengkap saat aksi berlangsung. Gambar tersebut kemudian menyebar luas dan menjadi ikon keberanian sipil.
Sementara itu, hijau dikenal sebagai “Hero Green” atau hijau heroik. Masih menurut sumber yang sama, warna ini dipersembahkan untuk mengenang Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek daring yang meninggal dunia setelah tertabrak kendaraan taktis saat kerusuhan pecah. Sosok Affan dipandang sebagai representasi rakyat biasa yang berkorban demi perjuangan demokrasi.
Dengan demikian, arti pink dan hijau saat ini merupakan perpaduan antara keberanian, keteguhan, empati, serta penghormatan kepada para korban tragedi. Narasi ini menegaskan bahwa gerakan sosial tidak hanya dibangun dari suara elite politik, melainkan juga dari keberanian orang-orang biasa yang berani tampil di garis depan.
Namun, tidak semua pihak menerima analogi ini sepenuhnya. Di ruang digital, muncul perdebatan mengenai legitimasi penggunaan sosok-sosok tersebut sebagai simbol. Beberapa influencer dan figur publik menilai bahwa ibu yang dijadikan representasi “Brave Pink” pernah mengucapkan kata-kata yang dianggap tidak pantas dan menyinggung banyak pihak, sehingga tidak layak dijadikan inspirasi.
Polemik ini memperlihatkan bahwa simbol dalam gerakan sosial bersifat dinamis dan selalu terbuka untuk diperdebatkan. Tidak ada satu pun simbol yang benar-benar steril dari kritik, apalagi ketika melekat pada figur manusia yang memiliki sisi personal maupun sosial. Justru perdebatan ini menunjukkan bahwa masyarakat tengah aktif menegosiasikan makna simbol perjuangan.
Di sisi lain, terlalu fokus pada kontroversi figur berpotensi membuat publik kehilangan esensi gerakan. Esensi sebenarnya bukan terletak pada individu yang menjadi ikon, melainkan pada nilai-nilai yang berusaha dihidupkan: keberanian, pengorbanan, dan solidaritas. Jika simbol diperdebatkan, semestinya yang dijaga adalah semangat bersama yang lebih besar, bukan sekadar mempermasalahkan aspek personal.
Pink dan hijau pada akhirnya menjadi representasi emosi kolektif rakyat yang sedang berjuang, baik melalui demonstrasi di jalanan maupun solidaritas di media sosial. Entah disepakati atau ditolak, simbol ini sudah menjadi bagian dari sejarah visual perlawanan rakyat Indonesia.
Tr: Ayu Shouma
Sumber: Reporta.id