Telah kutidurkan nalar,
demi benih harap yang kutanam di tanah ilusi.
Kupeluk kebodohan dengan wajah damai,
seolah luka tak pernah menagih janji.
Kupahat makna dari sikap yang ambigu,
kupuja isyarat yang sebenarnya semu.
Dalam hening, aku menipu diri
mengganti logika dengan alasan berbunga,
padahal akarnya telah layu sejak lama.
Sungguh lelah…
bukan karena tertipu,
melainkan karena terus memilih menjadi buta,
meski terang berkali-kali mengetuk dada.
Aku menenggak getir
dari cangkir yang kuisi sendiri,
dengan keyakinan semu dan cinta sepihak
yang kupoles agar tampak utuh,
padahal retaknya
jelas, nyaring, dan tak pernah rapuh.
Kini aku belajar,
bahwa mencintai tanpa bijak
adalah seni menyakiti diri sendiri
dengan cara paling halus…
namun paling kejam.
Tr: Jihan Ayulia