Site icon UKM-LPM Teropong UMSU

SEMUA BISA KENA, TAK TERKECUALI PERS MAHASISWA

Teropongdaily Medan-Alih-alih mendapatkan kejelasan payung hukum, justru Pers Mahasiswa harus terlebih dahulu bisa membuka mata akan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KHUP) yang sudah resmi disahkan menjadi Undang-Undang pada Selasa, (06/12/2022) melalui sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia.

Slogan ‘SemuaBisaKena’ semakin menunjukkan kebenarannya. Tampak dalam berbagai sisi elemen masyarakat melalui kajian-kajiannya menunjukkan betapa banyaknya pasal-pasal kontroversial yang ada di dalam RKHUP. Bukan hanya masyarakat dan mahasiswa, elemen-elemen lainnya seperti Jurnalis, Pegiat Lingkungan, Aktivis HAM, dan masih banyak lainnya cukup resah akan pengesahan Undang-Undang (UU) ini.

Dalam hal ini tentu nilai-nilai demokrasi seyogyanya harus dijunjung tinggi. Tapi malah sebaliknya.
Paling baru ini, bukannya dikaji ulang. Di tengah masih banyaknya pihak yang melakukan interupsi, DPR RI justru ‘Tancap Gas’ mengesahkan UU ini. Meski Menteri Hukum dan HAM (Menkumham (RI) sudah mengatakan jika ada pihak yang ‘tidak sepakat’ agar menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK), akan tetapi menurut penulis publik belum tentu akan memberikan kepercayaan sepenuhnya ke MK, mengingat setingkat Hakim MK, Aswanto saja bisa diberhentikan oleh DPR RI beberapa waktu lalu.

Kembali ke bahasan awal, banyaknya elemen yang bisa merasakan dampak pengesahan UU ini, tidak terkecuali pada kalangan Pers Mahasiswa. Hal ini berhubungan dengan pasal 263 ayat 1 RKHUP yang disahkan. Pasal tersebut berbunyi ‘Setiap orang yang menyiarkan dan menyebarluaskan berita atau pemberitahuan padahal diketahuinya bahwa berita atau pemberitahuan tersebut bohong yang mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat, dipidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V (Rp.500.jt)’.

Isi pasal ini tentu memberatkan tugas-tugas jurnalistik. Tentu juga hal ini bertolakbelakang dengan UU No.40 tahun 1999 tentang Pers, terutama dalam pemanfaatan Hak Jawab dan Hak koreksi sebagaimana memang seharusnya karya jurnalistik di uji melalui mekanisme khusus hukum pers. Apalagi diksi ‘bohong’ dalam pemberitaan cukup membingungkan. Jelas sudah berita yang merupakan karya jurnalistik yang diciptakan sudah melewati proses validasi dan konfirmasi bisa dikatakan sebagai pembohongan.

Apalagi sering kali para Jurnalis dengan karya-karya jurnalistiknya dicap ‘pembohongan’ oleh pihak yang merasa diberatkan oleh pemberitaan, tentu hal ini akan menjadi delik yang rentan bagi jurnalis dan pers. Ini merupakan hal yang kemungkinan bakal dilewati oleh Pers Umum kedepannya jika UU ini tetap berjalan meski masih dalam masa transisi selam 3 (tahun). Bagaiman pula dengan Pers Mahasiswa, yang jelas-jelas belum memiliki kejelasan payung hukum. Bukan tidak mungkin bakalan menjadi momok yang lebih mengerikan kedepannya.

Sebelum UU ini disahkan saja, tindakan kecaman, intimidasi dan represifitas selalu menghanui insan Pers Mahasiswa dalam menjalankan tugas-tugasnya. Jika melihat data dari LBH Pers beberapa waktu lalu, dalam catatannya setidaknya ada 185 kasus represi yang terjadi selama tahun 2020-2021 yang dirasakan oleh Pers Mahasiswa. Dari 185 kasus dibagi menjadi 12 jenis represi, diantaranya 81 kasus teguran, 24 kasus pencabutan berita, 23 kasus makian, 20 kasus ancaman, 11 kasus paksaan permohonan maaf atas pemberitaan, 11 kasus penurunan dana, 6 kasus tuduhan tanpa bukti, 4 kasus penerbitan surat peringatan, 3 kasus teror, 1 kasus pemukulan oleh preman diluar kampus, dan 1 kasus pelarangan aktivitas jam malam.

Jika kita lihat dengan mata telanjang saja, tentu kita tahu hal-hal itu terjadi mayoritas karena pemberitaan yang membuat pihak-pihak merasa diberatkan oleh pemberitaan. Lalu, kemungkinan-kemungkinan yang lebih daripada itu tentu bisa saja terjadi kedepannya setelah RKHUP disahkan dan berjalan sebagaimana mestinya setelah masa transisinya.

Sebagaimana Jurnalis di pers umum, Pers Mahasiswa yang didalamnya juga merupakan calon-calon insan pers, yang mana pers juga merupakan bagian dari pilar demokrasi sudah seharusnya membuka mata, menentukan sikap, dan bersuara akan hal ini.

Exit mobile version